![]()
Yang Lagi Viral: Cara Membuat Bensin dari Tanaman, dari Sawah sampai Nozzle Pompa.
Bayangkan: di ujung hamparan sawah, truk tangki tidak lagi membawa fosil dari perut bumi, tapi bahan bakar hasil panen petani sendiri. Romantis, bukan? Tapi sebelum jatuh cinta, ada baiknya cek ilmiahnya dulu.
Tulisan ini mengajak pembaca menelusuri perjalanan lengkap tanaman → biofuel → bensin beroktan tinggi, lalu membedah secara kritis: klaim mana yang ilmiah, mana yang cuma kata indah pemasaran.
Apa itu “bensin nabati” yang sebenarnya?
Istilah populer seperti “bensin organik”, “BBM nabati”, atau “bahan bakar hijau” sering dipakai bebas. Secara teknis, yang relevan dengan bensin (bukan solar) ada dua kategori:
-
Bioethanol & campurannya dengan bensin fosil (E5, E10, E20, dst).
-
Renewable / drop-in gasoline: hidrokarbon yang secara kimia mirip bensin biasa, tapi dibuat dari biomassa lewat proses termokimia & katalitik.
Kalau ada produk mengklaim:
“Berbasis tanaman, setara RON 98, aman tanpa modifikasi mesin”
maka klaim itu harus bisa dijelaskan dengan salah satu jalur ilmiah di bawah, plus didukung data uji laboratorium standar. Kalau tidak, kita patut curiga.
Tanaman Apa yang Bisa Jadi Bensin?
Berdasarkan literatur ilmiah & laporan teknis:
1. Tanaman gula & pati (bioethanol)
-
Tebu & molasses
-
Jagung
-
Singkong (cassava)
-
Sugar beet
-
Sorgum manis
Ini feedstock utama bioethanol generasi pertama: kandungan gula/pati tinggi, proses fermentasi sudah matang.
2. Biomassa lignoselulosa (limbah & non-pangan)
-
Jerami padi, tongkol/batang jagung
-
Bagasse tebu
-
Tandan kosong kelapa sawit (EFB)
-
Kayu, rumput energi (miscanthus, switchgrass)
Diproses jadi gula lalu etanol, atau langsung diubah menjadi bensin/diesel terbarukan melalui gasifikasi dan katalis.
3. Tanaman minyak & lemak
-
Kelapa sawit, jatropha, kedelai, rapeseed, sunflower
-
Minyak jelantah
-
Lemak hewani
Ini secara utama bahan biodiesel / HVO (Hydrotreated Vegetable Oil). Dengan proses tambahan (hydrocracking, isomerisasi), sebagian fraksinya bisa menjadi komponen bensin terbarukan.
4. Mikroalga
Mikroalga kaya minyak dapat diolah mirip minyak nabati. Potensial, tapi masih mahal dan dominan di level riset.
Intinya: secara ilmiah, banyak tanaman & limbah biomassa yang sah dijadikan dasar bensin bio—asalkan prosesnya benar.
Dari Tanaman ke Bensin: Proses Teknis Langkap
1. Jalur Gula/Pati → Bioethanol → Bensin / Campuran
-
Budidaya & panen: tebu, jagung, singkong, dll.
-
Ekstraksi / hidrolisis: gula/pati diubah jadi gula sederhana.
-
Fermentasi: ragi mengubah gula → etanol.
-
Distilasi & dehidrasi: menghasilkan fuel-grade ethanol (≥99%).
-
Menjadi bensin:
-
Blending: etanol (RON ±108–110) dicampur dengan gasoline untuk menaikkan RON jadi 95–98, tergantung komposisi.
-
Upgrading katalitik: etanol → etilena → oligomerisasi/isomerisasi → hidrokarbon C5–C12 beroktan tinggi → renewable gasoline. Jalur ini didokumentasikan dalam studi-studi teknis dan laporan NREL.
Artinya: dari sawah tebu/singkong secara ilmiah bisa lahir bensin/drop-in fuel dengan RON tinggi. Tapi butuh pabrik & teknologi, bukan sekadar “diramu di gudang”.
-
2. Jalur Lignoselulosa → High-Octane Gasoline
Untuk limbah & tanaman non-pangan:
-
Pretreatment & hidrolisis → gula → etanol/bio-intermediate.
-
Atau gasifikasi → syngas (CO + H₂).
-
Konversi ke bensin:
-
Fischer–Tropsch → hidrokarbon → fraksi bensin.
-
Methanol-to-Gasoline (MTG) via katalis ZSM-5.
Laporan NREL memodelkan jalur ini menghasilkan High-Octane Gasoline (HOG) dari biomassa dengan angka oktan tinggi dan bisa jadi drop-in fuel.
-
Ini bukan fiksi; tapi masih butuh investasi besar.
3. Jalur Minyak Nabati → HVO → Fraksi Bensin
-
Minyak nabati / jelantah diekstraksi.
-
Hydrotreating: buang oksigen, hasilkan parafin.
-
Hydrocracking & isomerisasi: pecah & susun ulang → green diesel & sebagian komponen bensin.
Secara komersial lebih sering dioptimalkan untuk diesel, tapi secara konsep: bisa kontribusi ke bensin terbarukan.
Bisakah Sampai RON 98?
Jawaban pendek: Bisa.
Jawaban jujur: Bisa, tapi tidak otomatis.
Beberapa poin kunci:
-
Etanol punya RON ±108–110, sehingga campuran bensin–etanol dengan formulasi tepat sangat mungkin mencapai RON 98.
-
Jalur lignoselulosa & katalitik (NREL dan lainnya) menghasilkan hidrokarbon iso-parafin/aromatik yang memang dirancang beroktan tinggi.
-
Hasil akhir harus diuji dengan standar resmi (ASTM D2699/D2700) sebelum sah mengklaim angka RON tertentu.
Kalau ada pihak yang mengklaim “setara RON 98” tanpa membuka:
-
komposisi,
-
metode uji,
-
lembaga penguji,
itu belum lebih dari janji manis.
Sudut Pandang Kritis: Sebelum Percaya Klaim “BBM Nabati”
Untuk memilah inovasi sungguhan vs marketing agresif, beberapa pertanyaan wajib:
-
Feedstock-nya apa?
-
Jelas? Masuk akal secara ilmiah? Tebu, singkong, limbah sawit, dll → oke. “Tanaman rahasia” tanpa detail → meragukan.
-
-
Prosesnya bagaimana?
-
Fermentasi → etanol → blending / upgrading?
-
Gasifikasi → MTG / FT?
-
Hydrotreating minyak nabati?
-
Kalau penjelasan teknis nihil, hati-hati.
-
-
Data laboratorium ada?
-
Uji RON & MON standar.
-
Distilasi, RVP, sulfur, gum, korosivitas, kompatibilitas material.
-
Tanpa ini, klaim “aman untuk semua mesin” terlalu berani.
-
-
Uji lapangan & transparansi?
-
Ada durabilitas mesin? Injector, valve, seal, fuel pump?
-
Ada publikasi teknis atau minimal laporan lembaga kredibel?
-
-
Dampak lingkungan & sosial?
-
Biofuel bisa hijau, tapi juga bisa memicu:
-
deforestasi besar-besaran,
-
konflik lahan,
-
emisi bersih yang justru lebih tinggi.
-
-
Contoh proyek food/energy estate berbasis tebu di Indonesia menunjukkan risiko serius jika ekspansi biofuel tidak dikawal ketat.
-
Singkatnya: bio-bensin yang benar harus lolos dua ujian: Ujian laboratorium & ujian nurani.
Tanpa itu, ia hanya mengganti sumur minyak dengan sawah monokultur yang sama-sama merusak.
Penutup: Energi Masa Depan Perlu Cinta, Bukan Hanya Klaim
Dari sawah sampai nozzle pompa, sains sudah menunjukkan: kita bisa membuat bensin beroktan tinggi dari tanaman dan limbah biomassa. Indah, teknologinya nyata, potensinya besar.
Tapi setiap kali ada yang datang membawa botol “bensin nabati ajaib”, tugas kita bukan tepuk tangan dulu, melainkan bertanya lembut namun tajam:
-
Dari tanaman apa?
-
Prosesnya apa?
-
Datanya mana?
-
Lahan siapa yang dikorbankan?
Baru setelah itu, kalau semua jawabannya jujur, kita boleh jatuh cinta.
Daftar Pustaka (Sumber Tepercaya)
-
Kazmi, A. et al. Innovations in Bioethanol Production (2025), ScienceDirect.
-
Assaf, J.C. Bioethanol Production & Purification (2024), MDPI.
-
IEA Bioenergy. Biofuels Life Cycle Assessment Comparison (2019).
-
Iodice, P. et al. Effects of Ethanol/Gasoline Blends on Performance (2021).
-
AP News. Deforestation for Bioethanol & Food Estates in Indonesia (2025).