![]()
Regulasi Drone Memasuki Fase Baru
Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi drone berkembang jauh lebih cepat dibandingkan regulasinya. Drone kini digunakan untuk pemetaan, pertanian presisi, inspeksi infrastruktur, dokumentasi, logistik, hingga mitigasi bencana. Menyadari risiko dan peluang tersebut, banyak negara mulai menata ulang regulasi drone agar lebih adaptif dan terintegrasi dengan sistem ruang udara nasional.
Menjelang tahun 2026, tren global menunjukkan pergeseran penting: drone tidak lagi diperlakukan sebagai perangkat hobi semata, tetapi sebagai bagian dari ekosistem penerbangan sipil yang membutuhkan standar keselamatan, identifikasi, dan pengawasan yang jelas.
Arah Regulasi Global Menuju 2026
Beberapa negara telah mengumumkan kebijakan baru yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026. Regulasi tersebut mencakup beberapa pilar utama:
-
Klasifikasi drone berbasis risiko (class marks)
Drone dikategorikan berdasarkan berat, kemampuan, dan tingkat risikonya, sehingga operator lebih mudah memahami batasan operasional.
-
Kewajiban Remote ID
Drone diwajibkan memancarkan identitas operator secara elektronik saat terbang, mirip dengan “plat nomor digital” di udara.
-
Aturan penerbangan malam
Penggunaan lampu hijau berkedip untuk meningkatkan visibilitas dan keselamatan penerbangan malam hari.
-
Pengawasan standar produk drone
Otoritas penerbangan diberikan kewenangan untuk memastikan drone yang beredar memenuhi standar keselamatan.
Pendekatan ini bertujuan menciptakan kejelasan bagi operator drone, meningkatkan keselamatan publik, serta memudahkan integrasi drone dengan lalu lintas udara berawak.
Secara historis, regulasi berbasis standar Inggris dan Eropa sering menjadi rujukan bagi banyak negara lain, termasuk di kawasan Asia. Harmonisasi aturan lintas negara dianggap penting agar operasional drone dapat berjalan konsisten dan aman.
Posisi Indonesia Menjelang 2026
Di Indonesia, tonggak penting telah dicapai dengan disahkannya Undang-Undang Pengelolaan Ruang Udara pada 25 November 2025. Undang-undang ini menjadi payung hukum nasional dalam pengelolaan ruang udara, termasuk aktivitas penerbangan tanpa awak.
Namun, undang-undang pada dasarnya adalah kerangka besar. Tantangan utama justru terletak pada regulasi teknis turunannya. Hingga mendekati 2026, Indonesia belum memiliki pembaruan signifikan dalam bentuk aturan operasional drone yang detail dan mudah diterapkan di lapangan.
Beberapa aspek yang masih memerlukan kejelasan antara lain:
-
klasifikasi drone berbasis tingkat risiko,
-
standar teknis perangkat drone yang beredar di pasar,
-
sistem identifikasi elektronik seperti Remote ID,
-
serta ketentuan penerbangan malam yang seragam.
Tanpa aturan teknis yang jelas, implementasi di lapangan berpotensi berbeda-beda dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Tantangan Pendekatan Regulasi Indonesia
Indonesia selama ini cenderung mengacu pada pendekatan regulasi Amerika Serikat yang dikenal konservatif dan sangat berhati-hati. Pendekatan ini mengedepankan mitigasi risiko, namun dalam konteks negara dengan pertumbuhan pengguna drone yang sangat cepat, pendekatan tersebut memerlukan adaptasi yang cermat.
Keterlambatan regulasi teknis dapat menimbulkan beberapa risiko nyata:
-
ketidakpastian bagi operator drone sipil,
-
perbedaan tafsir di tingkat pengawasan,
-
hambatan bagi industri drone nasional,
-
serta potensi gangguan keselamatan dan privasi publik.
Dalam situasi ini, banyak operator akhirnya bergantung pada interpretasi pribadi dan etika masing-masing, bukan pada sistem regulasi yang solid.
Regulasi Bukan Sekadar Pembatas
Penting dipahami bahwa regulasi drone tidak semata-mata bertujuan membatasi. Regulasi justru berfungsi sebagai peta operasional. Aturan yang jelas memberi rasa aman bagi operator, melindungi masyarakat, dan mendukung pertumbuhan industri secara berkelanjutan.
Drone beroperasi di ruang publik dan bersinggungan langsung dengan isu keselamatan, privasi, serta kenyamanan sosial. Oleh karena itu, regulasi yang baik perlu memadukan aspek teknis dengan nilai etika dan tanggung jawab sosial.
Momentum Strategis Menuju 2026
Periode menjelang 2026 merupakan momentum penting bagi Indonesia untuk memperjelas arah regulasi drone. Upaya ini idealnya dilakukan melalui dialog terbuka antara regulator, komunitas, akademisi, industri, serta organisasi seperti Federasi Drone Indonesia yang selama ini aktif mendorong edukasi dan keselamatan penerbangan drone.
Dengan regulasi teknis yang jelas, konsisten, dan adaptif, ekosistem drone Indonesia dapat berkembang secara sehat dan berdaya saing regional. Kejelasan aturan tidak hanya melindungi operator dan masyarakat, tetapi juga membuka peluang inovasi yang lebih luas.
Penutup
Teknologi drone akan terus berkembang, terlepas dari seberapa cepat regulasi mengikutinya. Pertanyaannya bukan apakah regulasi diperlukan, melainkan seberapa siap suatu negara mengelola kemajuan tersebut.
Jika dunia sudah menyiapkan peta menuju 2026, Indonesia memiliki kesempatan untuk tidak sekadar mengejar, tetapi menata ulang pendekatannya agar lebih relevan dengan realitas di lapangan. Regulasi yang jelas, berimbang, dan berbasis keselamatan adalah kunci agar drone menjadi solusi, bukan sumber masalah di masa depan.

