Pada 10 September 2025, Kota Denpasar, Bali, dilanda banjir besar dengan ketinggian air mencapai 2–3 meter di sejumlah titik. Puluhan rumah hanyut, ratusan kendaraan rusak, dan aktivitas ekonomi lumpuh. Kejadian ini bukan hanya akibat derasnya hujan semata, melainkan hasil kombinasi fenomena meteorologi, buruknya infrastruktur drainase, tata ruang yang keliru, dan faktor tambahan seperti pasang laut.
Artikel ini mengulas secara lengkap faktor-faktor penyebab banjir di Denpasar, dampaknya, dan langkah mitigasi yang harus diambil ke depan.
Hujan Ekstrem Akibat Gelombang Rossby
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa banjir dipicu oleh hujan ekstrem dengan intensitas lebih dari 150 mm per hari. Curah hujan sebesar ini sudah masuk kategori sangat berbahaya【Kompas TV†】.
Fenomena atmosfer yang berperan adalah gelombang ekuatorial Rossby, yaitu gelombang besar yang memicu pertumbuhan awan konvektif secara masif. Akibatnya, Bali mengalami hujan lebat berhari-hari tanpa jeda【Merdeka.com†】.
Selain itu, kondisi atmosfer sangat lembap hingga ketinggian 12 km, sehingga mendukung terbentuknya awan hujan berlapis-lapis. Inilah yang menyebabkan Denpasar dan sekitarnya diguyur hujan deras terus-menerus.
Infrastruktur Drainase yang Buruk
Hujan deras mungkin tak bisa dihindari, tetapi banjir parah seharusnya bisa diminimalkan jika sistem drainase kota bekerja baik. Sayangnya, di Denpasar ditemukan berbagai masalah:
-
Saluran air tersumbat sampah, terutama plastik dan limbah padat【FTNews†】.
-
Kapasitas drainase kecil, tidak sebanding dengan volume air hujan ekstrem.
-
Sedimentasi membuat saluran dangkal, mengurangi daya tampung.
-
Kurang pemeliharaan rutin oleh pemerintah kota.
Akibatnya, air hujan cepat meluap ke jalan utama dan permukiman. Jalan seperti Gajah Mada dan Sulawesi lumpuh, membuat kemacetan panjang dan menghambat evakuasi warga.
Tata Ruang Keliru dan Alih Fungsi Lahan
Salah satu faktor krusial yang memperparah banjir adalah tata ruang yang salah. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali di Bali, termasuk Denpasar, mempersempit ruang resapan air.
Pengamat tata ruang dari Universitas Udayana, Putu Rumawan Salain, menyebutkan bahwa pembangunan di bantaran sungai seperti Tukad Ayung justru memindahkan risiko banjir ke wilayah lain. Ia menyebutnya sebagai fenomena “melempar banjir ke tetangga” karena jalur alami air hilang akibat dijadikan permukiman【Detik.com†】.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa setiap kota seharusnya mempertahankan 30% ruang terbuka hijau (RTH). Namun, di Bali kini hanya tersisa sekitar 15–20% RTH. Kekurangan ruang resapan ini membuat air hujan langsung menjadi limpasan permukaan, menambah debit banjir【Detik.com†】.
Selain itu, Walhi Bali menyoroti bahwa tata kelola lingkungan yang buruk juga ikut berperan. Sistem irigasi tradisional Bali, subak, semakin tergerus oleh pembangunan. Padahal, subak berfungsi penting dalam mengatur distribusi air. Hilangnya sistem ini membuat air hujan tidak terkelola dengan baik dan cepat menggenangi kawasan perkotaan【Detik News†】.
Topografi Dataran Rendah
Denpasar memiliki topografi dataran rendah, terutama di area dekat aliran sungai. Saat hujan ekstrem turun, air dari wilayah hulu cepat masuk ke kota. Namun, kapasitas sungai dan saluran drainase yang terbatas membuat air tidak tertampung, sehingga banjir semakin tinggi【Merdeka.com†】.
Kondisi geografis ini membuat Denpasar memang lebih rentan terhadap banjir dibandingkan wilayah pegunungan di Bali.
Pasang Laut (Rob) Memperparah Genangan
Selain faktor darat, banjir di Bali kali ini juga diperparah oleh fenomena pasang laut (rob). Saat hujan deras mengguyur, air laut yang sedang pasang tinggi membuat aliran sungai menuju laut terhambat. Akibatnya, air balik dan meluap ke daratan.
Fenomena gabungan ini—hujan ekstrem + drainase buruk + rob—menjadi alasan mengapa banjir kali ini bisa mencapai ketinggian lebih dari 2 meter【Merdeka.com†】.
Dampak Banjir di Denpasar
Banjir 10 September 2025 membawa dampak serius:
-
Ratusan kendaraan terendam, banyak yang rusak total.
-
Puluhan rumah roboh atau hanyut diterjang arus deras【FTNews†】.
-
Aktivitas ekonomi lumpuh, khususnya di pasar tradisional dan pusat perdagangan.
-
Trauma psikologis bagi warga, terutama anak-anak yang harus mengungsi.
Langkah Mitigasi yang Mendesak
Agar kejadian serupa tidak berulang, langkah-langkah berikut perlu segera diambil:
-
Revitalisasi drainase: pelebaran saluran, pengerukan sedimen, dan pembersihan rutin.
-
Pengendalian tata ruang: menghentikan pembangunan ilegal di bantaran sungai dan mengembalikan fungsi aliran air.
-
Ruang terbuka hijau minimal 30%: menambah area resapan air melalui taman kota dan hutan kota.
-
Menghidupkan kembali sistem subak: menjaga kearifan lokal dalam pengelolaan air.
-
Sistem peringatan dini BMKG: mempermudah warga bersiap saat hujan ekstrem diprediksi.
-
Partisipasi masyarakat: mengurangi sampah plastik yang sering menyumbat saluran air.
Kesimpulan
Banjir besar Denpasar pada 10 September 2025 adalah hasil kombinasi faktor: hujan ekstrem akibat gelombang Rossby, drainase yang buruk, tata ruang keliru dengan alih fungsi lahan, topografi dataran rendah, dan fenomena pasang laut.
Tanpa perbaikan tata kelola ruang kota, peningkatan infrastruktur drainase, dan pengembalian ruang terbuka hijau, Denpasar akan terus menghadapi risiko banjir serupa di masa depan.