Di film atau serial drama Amerika, kita sering melihat polisi membacakan “You have the right to remain silent…” saat menangkap seseorang. Kalimat ini dikenal sebagai Miranda Rights—hak yang wajib diberitahukan kepada tersangka sebelum interogasi. Tapi apakah aturan serupa ada di Indonesia? Bagaimana hukum Indonesia melindungi hak tersangka? Simak penjelasan lengkapnya di artikel ini!
Apa Itu Miranda Rights?
Miranda Rights (Hak Miranda) adalah kewajiban hukum di Amerika Serikat untuk memberitahu tersangka tentang hak-haknya sebelum interogasi, meliputi:
- Hak untuk tetap diam (right to remain silent).
- Hak didampingi pengacara (right to an attorney).
- Peringatan bahwa pernyataan tersangka dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan.
Aturan ini muncul dari putusan Mahkamah Agung AS dalam kasus Miranda v. Arizona (1966). Jika polisi lalai memberitahu hak ini, pengakuan tersangka bisa dinyatakan tidak sah (inadmissible).
Sejarah Miranda Rights: Kasus yang Mengubah Sistem Hukum AS
Latar Belakang Kasus Miranda v. Arizona
- Ernesto Miranda (1963): Seorang buruh di Arizona ditangkap atas tuduhan pemerkosaan. Tanpa diberitahu haknya, ia mengaku bersalah saat interogasi tanpa pengacara.
- Putusan Mahkamah Agung AS (1966): Hakim memutuskan bahwa pengakuan Miranda tidak sah karena polisi tidak menjelaskan hak-haknya.
- Dampak: Semua aparat AS wajib membacakan Miranda Warning sebelum interogasi.
Sumber: Putusan Resmi Miranda v. Arizona – Supreme Court of the United States.
Miranda Rights vs. KUHAP Indonesia
Meski Indonesia tidak memiliki Miranda Rights secara formal, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur hak-hak tersangka yang mirip. Berikut perbandingannya:
Hak Tersangka | Miranda Rights (AS) | KUHAP Indonesia |
---|---|---|
Hak untuk Diam | Diinformasikan sebelum interogasi | Pasal 52: Tersangka berhak tidak menjawab pertanyaan. |
Hak Didampingi Pengacara | Diperbolehkan sejak penangkapan | Pasal 54: Tersangka berhak didampingi penasihat hukum sejak penyidikan. |
Hak Diberitahu Tuduhan | Wajib dijelaskan sebelum interogasi | Pasal 50: Tersangka berhak tahu tuduhan dan alasannya. |
Konsekuensi Pelanggaran | Bukti pengakuan tidak sah | Pasal 116: Keterangan yang diperoleh dengan paksa tidak berlaku. |
Hak Tersangka dalam KUHAP yang Mirip Miranda Rights
- Pasal 50 KUHAP:
- Tersangka berhak mengetahui tuduhan dalam bahasa yang dipahami.
- Pasal 52 KUHAP:
- Tersangka tidak wajib menjawab pertanyaan penyidik.
- Pasal 54 KUHAP:
- Tersangka berhak didampingi penasihat hukum selama proses hukum.
- Pasal 116 KUHAP:
- Keterangan atau bukti yang didapat melalui paksaan tidak sah di pengadilan.
Sumber: KUHAP – DPR RI.
Apakah Miranda Rights Berlaku di Indonesia?
Tidak. Indonesia tidak menerapkan Miranda Warning seperti AS, tetapi prinsip perlindungan hak tersangka dijamin dalam KUHAP. Perbedaan utamanya:
- Tidak Ada Kewajiban Membacakan Hak Secara Verbal: Polisi Indonesia tidak wajib membacakan hak seperti Miranda Warning saat penangkapan.
- Hak Pengacara: Di AS, pengacara bisa hadir selama interogasi. Di Indonesia, pengacara boleh mendampingi, tetapi tidak selalu di setiap tahap.
- Sanksi Pelanggaran: Di AS, pelanggaran Miranda Rights membuat bukti tidak sah. Di Indonesia, sanksi kurang tegas dan sering diabaikan.
Tantangan Penerapan Hak Tersangka di Indonesia
- Minimnya Edukasi Hukum:
- Banyak tersangka tidak paham haknya karena sosialisasi KUHAP kurang merata.
- Praktik Interogasi Koersif:
- Laporan Komnas HAM (2023) menyebut 40% tersangka mengalami tekanan fisik/psikis selama pemeriksaan.
- Akses Pengacara Terbatas:
- Di daerah terpencil, sulit menemukan penasihat hukum yang kompeten.
Sumber: Laporan Komnas HAM 2023.
Studi Kasus Pelanggaran Hak Tersangka di Indonesia
- Kasus Baiq Nuril (2018): Pengajar honorer di NTB dipaksa mengaku tanpa pendampingan pengacara selama penyidikan kasus pelecehan.
- Kasus Novel Baswedan (2017): Penyidik KPK mengalami interogasi tanpa prosedur yang transparan, memicu kritik publik.
Perlukah Indonesia Mengadopsi Miranda Rights?
Argumen Pro:
- Meningkatkan transparansi dan perlindungan HAM dalam proses hukum.
- Meminimalisasi pengakuan paksa dan penyiksaan.
Argumen Kontra:
- Biaya sosialisasi tinggi dan berpotensi memperlambat penyidikan.
- Budaya hukum Indonesia belum sepenuhnya siap dengan prosedur formal ala AS.
Upaya Peningkatan Perlindungan Hak Tersangka
- Sosialisasi KUHAP ke Masyarakat:
- Kerjasama antara pemerintah, LBH, dan komunitas untuk edukasi hukum.
- Penguatan Peran Pengacara:
- Program bantuan hukum gratis untuk tersangka tidak mampu.
- Pengawasan Proses Penyidikan:
- Komnas HAM dan Ombudsman harus aktif memantau praktik aparat.