Materi Sertifikasi Pilot Drone Indonesia vs Eropa

Waktu membaca: 4 menit

Loading

Regulasi menerbangkan drone di Indonesia telah diatur ketat oleh Dinas Perhubungan udara melalui beberapa Peraturan Menteri Perhubungan (Bisa anda download di menu File pada website ini). Salah satu persyaratan untuk bisa mengurus ijin terbang adalah dengan memiliki sertifikat pelatihan pilot drone. Di Indonesia telah hadir 4 lembaga sertifikasi sesuai segmen masing-masing:

  1. Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) – Kelas reguler.
  2. Federasi Drone Indonesia (FDI) – Kelas sesuai permintaan.
  3. Nusa Drone – Kepengurusan sertifikat SIDOPI.
  4. Federasi Aerosport Indonesia (FASI) – drone dalam cabang olah-raga aeromodelling untuk pembiaan atlit.

SILABUS MATERI SERTIFIKASI PILOT DRONE INDONESIA DAN AMERIKA

Untuk itu, pemerintah telah menentukan standar silabus materi pelatihan dan sertifikasi drone di Indonesia yang tertuang pada Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil – PKPS Bagian 107.73 yang isinya sebagai berikut:

PKPS 107.73 bagian (a):

a. Pelatihan awal dan ujian pengetahuan aeronautika mencakup bidang pengetahuan sebagai berikut:

  1. peraturan yang berlaku terkait dengan hak, batasan, dan pengoperasian penerbangan dari sistem Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak;
  2. klasifikasi ruang udara dan persyaratan pengoperasian, kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP), dan pembatasan penerbangan yang mempengaruhi pengoperasian Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak;
  3. informasi resmi cuaca dan pengaruh cuaca terhadap performa Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak;
  4. beban dan performa sistem Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak;
  5. prosedur darurat;
  6. crew resource management;
  7. prosedur komunikasi radio;
  8. penentuan performa Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak;
  9. pengaruh fisiologis narkoba dan alkohol;
  10. pengambilan keputusan tentang aeronautika;
  11. pengoperasian bandar udara; dan
  12. prosedur inspeksi permulaan terbang dan perawatan Pesawat Udara Kecil Tanpa Awal.

Jika dilakukan pengecekan dari regulasi keluaran Amerika Serikat mengenai drone, maka isinya sama dengan Civil Aviation Safety Regulation – CASR part 107. Sama persis, hanya diterjemakan saja ke bahasa Indonesia. (Anda bisa download di bagian File di website ini).

SILABUS MATERI SERTIFIKASI PILOT DRONE DI EROPA

Sedangkan untuk materi sertifikasi pilot drone Eropa yang berada dalam naungan EASA (European Union Aviation Safety Agency) isinya sangat berbeda. Berikut terjemahannya dalam bahasa Indonesia (file regulasi Eropa bisa anda download di bagian File pada website ini):

AMC1 UAS.OPEN.020(4)(b) and UAS.OPEN.040(3) UAS operation in subcategories A1 and A3 (untuk sertifikat pilot drone kategori A1 dan A3.

Pengetahuan teoritis bagi pilot drone harus mencakup elemen-elemen sebagai berikut:

  1. Keselamatan udara:
    1. Perilaku yang tidak beresiko terhadap keselamatan pengoperasian UAS dan pengetahuan dasar mengenai barang yang berbahaya.
    2. Memulai atau menghentikan operasi dengan mempertimbangkan faktor lingkungan, kondisi dan keterbatasan UAS, keterbatasan pilot drone, dan faktor manusia lainnya.
    3. Pengoperasian pada VLOS (Visual Line Of Sight), membutuhkan:
      1. Jarak aman dari manusia, binatang, properti, kendaraan, dan pengguna ruang udara lainnya.
      2. Identifikasi adanya sekumpulan manusia.
      3. Kode etik jika drone bertemu dengan pengguna ruang udara lain.
      4. Mematuhi batasan ketinggian.
      5. Bertanggung-jawab dan berkomunikasi antara pilot dan pengamat (observer), jika didampingi seorang pengamat (observer).
    4. Mengenal dengan baik lingkungan pengoperasian drone, terutama:
      1. Bagaimana melakukan evaluasi terhadap keberadaan orang yang tidak terlibat di aera yang dilalui penerbangan drone seperti yang tertuang pada UAS.OPEN.020(1) dan UAS.OPEN.040(1).
      2. Memberitahu orang-orang yang terlibat dalam penerbangan drone.
  2. Pembatasan wilayah udara: amati dan selalu dapatkan informasi terbaru tentang pembatasan penerbangan atau yang telah diterbitkan oleh anggota negara bagian sesuai dengan pasal 15 peraturan UAS.
  3. Peraturan penerbangan:
    1. Pengenalan terhadap EASA dan sistem penerbangan.
    2. Regulasi Uni Eropa 2019/945 dan regulasi Uni Eropa 2019/947:
      1. Penerapannya pada negara-negara Uni Eropa.
      2. Sub-Kategori dalam kategori “terbuka” dan kelas-kelas model UAS terkait.
      3. Registrasi operator UAS.
      4. Tanggung-jawab UAS.
      5. Tanggung-jawab pilot drone.
      6. Pelaporan kejadian dan kecelakaan.
  4. Batas kemampuan manusia:
    1. Pengaruh zat psikoaktif atau alkohol atau ketika pilot drone tidak mampu melaksanakan tugasnya karena cedera, kelelahan, dalam pengobatan, sakit, atau penyebab lainnya.
    2. Faktor persepsi manusia (merasakan/memahami melalui perkiraan):
      1. Hal-hal yang mempengaruhi VLOS.
      2. Jarak terhadap halangan dan jarak antara drone dan halangan.
      3. Evaluasi kecepatan drone.
      4. Evaluasi ketinggian drone.
      5. Kepekaan terhadap situasi.
      6. Pengoperasian malam hari.
  5. Prosedur pengoperasian:
    1. Pre-flight (sebelum terbang):
      1. Evaluasi area operasi penerbangan dan area sekitarnya, termasuk kondisi medan dan potensi adanya rintangan dan halangan untuk selalu dapat menjaga VLOS pada drone, potensi terbang melintas di atas orang yang tidak terlibat, dan potensi terbang melintas infrastruktur penting (terlarang).
      2. Identifikasi area aman untuk pilot drone melakukan pemanasan terbang.
      3. Kondisi cuaca dan lingkungan (contoh: faktor-faktor yang dapat mempengaruhi performa drone seperti interferensi elektromagnetik, angin, suhu, dan sebagainya); memantau prakiraan cuaca melalui berita ataupun software aplikasi.
      4. Memerika kondisi drone (UAS).
    2. In-flight (selama penerbangan):
      1. Prosedur normal, dan
      2. Prosedur untuk situasi tidak norma (contoh: sinyal hilang/terputus).
    3. Post-flight (setelah penerbangan):
      1. Perawatan, dan
      2. Pencatatan detail penerbangan.
  6. Pengetahuan umum UAS:
    1. Prinsip-prinsip dasar penerbangan.
    2. Efek kondisi lingkungan terhadap performa UAS.
    3. Prinsip-prinsip perintah dan kendali:
      1. Gambaran umum.
      2. Frekuensi dan spektrum pada koneksi data.
      3. Mode penerbangan otomatis, penghentian, dan intervensi secara manual.
    4. Mengenal dan memahami instruksi yang disediakan oleh buku petunjuk penggunaan UAS, dan khususnya yang berkaitan dengan:
      1. Gambaran umum bagian-bagian utama pada UAS.
      2. Spesifikasi (contoh: berat, kecepatan, kemampuan, durasi terbang, dan sebagainya).
      3. Mengendalikan UAS pada semua fasa penerbangan (contoh: lepas landas, diam di udara, bermanuver dasar, dan mendarat).
      4. Fitur-fitur yang mempengaruhi keselamatan penerbangan.
      5. Mengatur parameter jika terjadi hilang sinyal/sambungan.
      6. Mengatur ketinggian maksimum.
      7. Prosedur untuk memuat data zona geografis ke dalam sistem pengawasan geografis.
      8. Prosedur untuk memuat nomor registrasi operator UAS ke dalam “Remote ID”.
      9. Pertimbangan keselamatan:
        1. Petunjuk untuk mengamankan muatan.
        2. Tindakan pencegahan terhadap resiko cedera akibat motor dan baling-baling serta bagian lainnya yang tajam.
        3. Penanganan baterai dengan aman.
      10. Petunjuk perawatan.
  7. Privasi dan perlindungan data:
    1. Memahami resiko yang ditimbulkan terhadap privasi dan perlindungan data.
    2. Panduan untuk prinsip perlindungan data di bawah GDPR (General Data Protection Regulation – Peraturan Perlindungan Data).
  8. Asuransi:
    1. Tanggung-jawab jika terjadi kecelakaan atau insiden.
    2. Pengetahuan umum tentang regulasi asuransi di Uni Eropa.
    3. Kepedulian akan adanya kemungkinan persyaratan asuransi nasional yang berbeda di setiap negara.
  9. Keamanan:
    1. Pemahaman mengenai resiko keamanan.
    2. Tinjauan umum tentang peraturan keamanan di Uni Eropa.
    3. Pemahaman akan adanya kemungkinan persyaratan keamanan nasional yang berbeda di setiap negara.
BACA JUGA:  Drone Autel Laris Ratusan Unit Di Indonesia, DJI Mulai Panik

KESIMPULAN

Dengan pengalaman saya pribadi yang telah mengikuti training dan sertifikasi pilot drone Amerika, Eropa, Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua materi dari Amerika cocok di Indonesia. Begitu pula dengan materi dari Eropa tidak semuanya cocok di Indonesia.

Penyebabnya adalah iklim dan geografis Indonesia berbeda dengan Amerika dan Eropa. Indonesia memiliki daratan yang sangat luas tanpa khawatir menerbangkan drone melintas negara-negara lain seperti di Eropa. Tapi juga di Indonsia dibatasi kekuatan pancar sinyal dengan standar Eropa (CE) sehingga drone-drone yang ada di Indonesia memiliki daya pancar sinyal yang lemah. Anehnya, dengan standard regulasi kekuatan sinyal Eropa (CE) yang diterapkan pemerintah Indonesia, tapi Indonesia malah justru menggunakan standar regulasi drone Amerika yang mana standar regulasi daya pancar sinyal Amerika (FCC) memiliki kekuatan yang tinggi.

Hal ini yang menjadi pertanyaan bagi saya dan banyak kawan-kawa kalangan per-drone-an Indonesia. Kenapa Indonesia menggunakan standard CE tetapi regulasi pilot drone dari Amerika. Kenapa jika menggunakan regulasi pilot drone Amerika tapi pemerintah tidak memberlakukan standar kekuatan sinya FCC Amerika juga, alih-alih standar CE Eropa yang dipakai di Indoesia.

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.