FAA Part 108: Transparansi Regulasi Drone Amerika vs Indonesia yang Masih Tertutup

FAA Part 108: Transparansi Regulasi Drone di Amerika vs Indonesia yang Masih Tertutup

Waktu membaca: 3 menit

Loading

Industri drone dunia tengah memasuki fase baru yang sangat menarik. Pada bulan Agustus 2025, Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat merilis proposal regulasi baru bernama FAA Part 108. Regulasi ini khusus mengatur tentang operasi drone Beyond Visual Line of Sight (BVLOS), sebuah impian besar bagi pilot drone profesional, industri logistik, pertanian, hingga sektor energi.

Namun, yang lebih menarik bukan hanya isi aturannya, melainkan proses transparansi yang dilakukan oleh FAA. Proposal ini dibuka untuk masukan publik (public consultation) hingga Oktober 2025. Artinya, setiap stakeholder—mulai dari komunitas pilot drone, industri teknologi, universitas, bahkan masyarakat umum—punya kesempatan untuk memberi masukan sebelum aturan tersebut difinalisasi.

Di sisi lain, bagaimana dengan Indonesia? Sayangnya, regulasi drone di tanah air cenderung dibuat tertutup, tanpa mekanisme konsultasi publik. Hal inilah yang perlu kita kritisi bersama.


Apa Itu FAA Part 108?

FAA Part 108 adalah rancangan regulasi yang akan menjadi landasan hukum bagi operasi drone BVLOS di Amerika Serikat. Selama ini, BVLOS di AS hanya bisa dilakukan melalui waiver atau izin khusus. Dengan hadirnya Part 108, BVLOS diharapkan menjadi lebih mainstream, legal, dan aman.

Menurut rilis resmi FAA (faa.gov), tujuan utama dari Part 108 adalah:

  1. Memberikan kepastian hukum bagi operator drone BVLOS.
  2. Menjamin keselamatan penerbangan (safety) bagi drone dan pesawat berawak.
  3. Mendorong inovasi industri drone, termasuk logistik, inspeksi infrastruktur, pertanian, hingga pemetaan.

Transparansi ala FAA

Proses pembuatan Part 108 sangat partisipatif. FAA merilis dokumen NPRM (Notice of Proposed Rulemaking) pada 6 Agustus 2025. Setelah itu, publik diberi waktu sekitar 60 hari (hingga awal Oktober 2025) untuk memberi komentar, kritik, dan saran. Masukan tersebut kemudian akan dianalisis dan bisa memengaruhi hasil akhir regulasi.

BACA JUGA:  Tren Drone Triband Telah Dimulai, Seperti apa Teknologinya?

Model partisipasi seperti ini bukan hal baru di AS. Hampir semua regulasi besar di sektor penerbangan selalu melalui mekanisme public consultation. Inilah yang membuat regulasi mereka lebih adaptif, relevan dengan kondisi lapangan, dan mendapat dukungan luas dari industri.


Regulasi Drone di Indonesia: Tertutup dan Sepihak

Sekarang mari kita lihat kondisi Indonesia. Kementerian Perhubungan, khususnya Ditjen Perhubungan Udara, memang sudah menerbitkan beberapa regulasi terkait penggunaan drone. Misalnya melalui PM 37 Tahun 2020 tentang Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia.

Masalahnya adalah: regulasi tersebut lahir tanpa konsultasi publik yang terbuka. Komunitas drone, baik hobi maupun profesional, sering kali hanya mengetahui aturan setelah resmi diumumkan. Tidak ada proses dengar pendapat yang melibatkan pilot drone, asosiasi, atau pelaku industri.

Akibatnya, beberapa aturan terasa:

  • Kaku dan tidak sesuai realita lapangan.
  • Membatasi inovasi di sektor pertanian, pemetaan, dan logistik.
  • Menyulitkan pelaku usaha drone di Indonesia untuk bersaing dengan negara lain.

Mengapa Public Consultation Itu Penting?

Public consultation bukan sekadar formalitas. Ada beberapa manfaat nyata:

  1. Meningkatkan legitimasi aturan – jika komunitas merasa dilibatkan, mereka akan lebih menerima regulasi.
  2. Mendapat insight dari lapangan – pilot drone dan operator tahu realita di lapangan lebih baik daripada regulator.
  3. Mendorong inovasi – aturan yang fleksibel tapi aman akan membuka peluang industri baru.
  4. Mengurangi resistensi – aturan sepihak sering kali ditentang komunitas, sehingga sulit dijalankan.

Dengan kata lain, mekanisme ini menciptakan regulasi yang lebih bijak, lebih efektif, dan lebih sustainable.


Apa yang Bisa Dipelajari Indonesia dari FAA?

Indonesia bisa belajar banyak dari FAA dalam hal transparansi. Beberapa langkah yang bisa dilakukan Kemenhub agar lebih inklusif:

  1. Membuka konsultasi publik setiap kali akan membuat regulasi baru.
  2. Mengundang stakeholder: komunitas drone, asosiasi penerbangan, akademisi, dan pelaku industri.
  3. Menyediakan platform online untuk komentar publik, seperti yang dilakukan FAA.
  4. Mempublikasikan hasil diskusi secara transparan agar publik tahu masukan apa saja yang dipertimbangkan.
BACA JUGA:  Membedah Peraturan CASR 107.2 Untuk Drone Hobi dan Rekreasi

Dengan cara ini, Indonesia bisa menghasilkan regulasi yang tidak hanya aman tetapi juga mendukung perkembangan ekosistem drone nasional.


Penutup: Langit Bukan Milik Satu Lembaga

FAA Part 108 memberi contoh bagaimana sebuah regulasi bisa disusun dengan melibatkan banyak pihak. Indonesia seharusnya tidak ketinggalan. Komunitas drone di tanah air layak diberi ruang untuk bersuara, agar regulasi yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata.

Seperti kata pepatah: “Langit bukan milik satu lembaga. Drone pilot juga punya hak untuk bersuara.” 🚀


Referensi

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.