Waktu membaca: 2 menit
Soto adalah salah satu hidangan paling populer di Indonesia, dengan ratusan variasi dari Sabang sampai Merauke. Tapi tahukah Anda bahwa nama “soto” bukan berasal dari bahasa Jawa, Melayu, atau Sunda? Artikel ini akan mengungkap asal-usul kata “soto”, kapan pertama kali muncul di Nusantara, dan bagaimana ia berevolusi menjadi ikon kuliner nasional.
1. Asal-Usul Kata “Soto”: Pengaruh Kuliner Tionghoa
A. Jejak Bahasa Hokkien
- Kata “soto” diduga berasal dari istilah Hokkien (dialek Tiongkok Selatan) “caudo” (炒肚, chǎo dǔ), yang berarti “jeroan tumis”.
- Migrasi etnis Tionghoa ke Jawa pada abad ke-17 membawa tradisi sup berbahan jeroan, yang kemudian diadaptasi dengan rempah lokal.
- Sumber: Sejarah Kuliner Jawa, Brill (2018).
B. Transformasi Nama
- Di Filipina, hidangan serupa disebut “pancit”, sementara di Malaysia/Singapura dikenal sebagai “soto” atau “soto ayam”.
- Istilah “caudo” pelafalannya berubah menjadi “sauto” (Jawa Tengah) dan akhirnya “soto” (ejaan Melayu).
2. Kapan Soto Pertama Kali Muncul di Indonesia?
A. Catatan Kolonial Belanda
- Dalam buku “De Huishoudelijke Zeden der Javanen” (1843), penulis Belanda J.W. Winter menulis tentang “sauto” sebagai hidangan kaldu ayam dengan kunyit yang dijual di Pasar Surakarta.
- Resep soto tertua tercatat di buku masak “Groot Nieuw Oost-Indisch Kookboek” (1902) dengan bahan dasar daging sapi, bawang, dan ketumbar.
B. Penyebaran ke Seluruh Nusantara
- Abad ke-19: Soto mulai menyebar ke daerah pesisir Jawa melalui pedagang Tionghoa dan Arab.
- Abad ke-20: Variasi soto berkembang di Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan dengan tambahan santan atau bumbu khas daerah.
3. Evolusi Soto di Indonesia: Dari “Caudo” ke Beragam Variasi
A. Perubahan Bahan Dasar
- Awalnya menggunakan jeroan sapi (usus, babat), tetapi di Jawa diadaptasi dengan daging ayamatau sapi karena preferensi halal.
- Pengaruh rempah Nusantara: kunyit, lengkuas, dan serai menjadi ciri khas soto Indonesia.
B. Variasi Regional Soto
Daerah | Nama Soto | Ciri Khas |
---|---|---|
Jawa Tengah | Soto Sauto | Kuah bening, tambahan tauge & soun. |
Jakarta | Soto Betawi | Kuah santan, susu, dan kentang. |
Lamongan | Soto Lamongan | Taburan koya (kelapa parut sangrai). |
Medan | Soto Medan | Rempah kuat (kapulaga, kayu manis). |
Banjar | Soto Banjar | Kuah kuning, pisang muda, dan lontong. |
4. Mengapa Soto Bertahan Hingga Kini?
A. Adaptasi dengan Budaya Lokal
- Soto mudah dimodifikasi sesuai bahan lokal. Contoh: Soto Kudus menggunakan daging kerbau untuk menghormati komunitas Hindu.
- Fungsi sosial: Soto sering disajikan dalam acara syukuran atau arisan.
B. Pengakuan Internasional
- CNN Travel menempatkan soto dalam “20 Sup Terenak di Dunia” (2017).
- UNESCO mengakui budaya kuliner Indonesia sebagai warisan tak benda (2023), dengan soto sebagai salah satu ikon.
5. Tokoh dan Peristiwa Penting dalam Sejarah Soto
- Lie Djwan Tjeng (Pedagang Tionghoa, 1920-an):
- Memopulerkan soto ayam dengan kuah bening di Surabaya.
- Sukarno (Presiden RI):
- Menyebut soto sebagai “makanan pemersatu bangsa” dalam pidato 1950-an.
- Festival Soto Nasional (2019):
- Diadakan di Solo, menampilkan 100+ varian soto dari seluruh Indonesia.
Referensi & Sumber Terpercaya
- Winter, J.W. (1843). De Huishoudelijke Zeden der Javanen – Perpustakaan Universitas Leiden.
- Sejarah Kuliner Tionghoa di Jawa – Brill.
- Resep Kuno Soto dalam Groot Nieuw Oost-Indisch Kookboek – KITLV Belanda.
- UNESCO: Budaya Kuliner Indonesia.