Kata “buruh” sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari, terutama terkait isu ketenagakerjaan dan peringatan Hari Buruh Nasional. Namun, apa sebenarnya arti kata ini, dan siapa saja yang termasuk dalam kategori “buruh”? Artikel ini akan membahas sejarah, makna, serta ruang lingkup istilah “buruh” di Indonesia, dilengkapi dengan referensi terpercaya untuk memastikan keakuratan informasi.
Asal Usul dan Sejarah Kata “Buruh”
Kata “buruh” berasal dari bahasa Jawa Kuno “buruh” atau “burah”, yang berarti “pekerja” atau “orang yang melakukan tugas fisik”. Istilah ini kemudian mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia, terutama pada masa kolonial Belanda. Pada abad ke-19, pemerintah kolonial menggunakan istilah ini untuk merujuk pada pekerja kasar yang terlibat dalam proyek infrastruktur, perkebunan, atau industri.
Pada masa itu, buruh sering kali dipaksa bekerja melalui sistem rodi (kerja paksa) dan upah rendah. Kondisi ini memicu perlawanan, seperti peristiwa pemogokan buruh kereta api di Semarang pada 1923, yang menjadi cikal bakal gerakan buruh di Indonesia. Gerakan ini semakin menguat setelah kemerdekaan, terutama melalui organisasi seperti SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).
Referensi sejarah: Sejarah Buruh Indonesia – Kompas
Kapan “Hari Buruh Nasional” Diperingati?
Hari Buruh Internasional atau May Day diperingati setiap 1 Mei sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan buruh di seluruh dunia. Di Indonesia, peringatan ini sempat dilarang selama era Orde Baru (1966–1998) karena dianggap terkait dengan ideologi komunis. Namun, setelah Reformasi 1998, gerakan buruh kembali bangkit.
Pada tahun 2013, pemerintah Indonesia secara resmi menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Nasionalmelalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun 2013. Penetapan ini mulai berlaku pada 2014, menjadikan tanggal tersebut sebagai hari libur nasional. Langkah ini dianggap sebagai pengakuan atas kontribusi buruh dalam pembangunan ekonomi.
Sumber resmi: Perpres No. 24 Tahun 2013 – JDIH Kemnaker
Siapa Saja yang Termasuk dalam Kategori “Buruh”?
Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, buruh didefinisikan sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Kategori ini mencakup berbagai jenis pekerjaan, baik sektor formal maupun informal. Berikut kelompok yang termasuk:
-
Buruh Industri: Pekerja di pabrik, manufaktur, atau industri berat (contoh: operator mesin, teknisi).
-
Buruh Perkebunan dan Pertanian: Pekerja di ladang, kebun, atau proyek agrikultur.
-
Buruh Migran: Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.
-
Buruh Informal: Pedagang kaki lima, sopir ojek online (ojol), dan pekerja lepas.
-
Buruh Profesional: Karyawan kantor, guru, perawat, atau pekerja berbasis keahlian.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Februari 2024, jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 144,01 juta orang, dengan 70,86% bekerja di sektor informal. Data ini menunjukkan betapa luasnya cakupan istilah “buruh” di Indonesia.
Statistik terkini: BPS – Data Ketenagakerjaan
Perbedaan “Buruh” dan “Pekerja”
Meski sering digunakan secara bergantian, istilah “buruh” dan “pekerja” memiliki nuansa berbeda. Kata “buruh” cenderung merujuk pada pekerjaan fisik atau lapangan, sementara “pekerja” lebih umum dan mencakup semua profesi. Namun, secara hukum, kedua istilah ini dianggap setara berdasarkan UU Ketenagakerjaan.
Hak-Hak Buruh di Indonesia
Sebagai bentuk perlindungan, buruh di Indonesia memiliki hak-hak yang dijamin undang-undang, seperti:
-
Upah Minimum Provinsi (UMP).
-
Jaminan sosial (BPJS Ketenagakerjaan).
-
Cuti tahunan dan cuti hamil/melahirkan.
-
Perlindungan dari PHK sepihak.
Sayangnya, banyak buruh informal masih kesulitan mengakses hak-hak ini, sehingga isu kesetaraan tetap menjadi tantangan.
Panduan hak buruh: ILO Indonesia
Kesimpulan
Kata “buruh” tidak hanya sekadar istilah untuk pekerja kasar, tetapi mencerminkan peran vital kelompok ini dalam menggerakkan ekonomi Indonesia. Dari sejarah kolonial hingga penetapan Hari Buruh Nasional, perjuangan buruh terus membentuk kebijakan yang lebih adil. Dengan memahami makna dan kategori “buruh”, kita dapat lebih menghargai kontribusi mereka dalam pembangunan nasional.
Referensi: